BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bulan
Mei selalu identik dengan Pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap tanggal 2 Mei,
kita memperingati Hari Pendidikan Indonesia. Meski diperingati setiap tahunnya,
tidak semua pihak menyadari kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Terkait
dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun
2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah
yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia
terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang
berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem
pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta
Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah
Vietnam.
Rendahnya mutu dan relevansi
pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian
dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen
tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar
pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat
permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan
dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan
kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari
peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti
tekonologi industri.
Masalah relevansi lebih terlihat saat banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya. Selain itu juga dari banyaknya lulusan dari
satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan ( SMK)
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan
tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk
melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat
diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah
kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Umumnya
luaran yang diproduksi oleh sistem pendidikan (lembaga-lembaga yang menyiapkan
tenaga kerja) jumlahnya secara kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan
di lapangan. Sebaliknya ada jenis-jenis tenaga kerja yang dibutuhkan di
lapangan kurang diproduksi atau bahkan tidak diproduksi.
Beberapa
hal di atas mnyebabkan saya, tertarik untuk mekaji masalah Kondisi Pendidikan
Di Indonesia, khususnya Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Dalam
pemaparan makalah ini, Saya menarik beberapa Rumusan Masalah untuk dikaji
diantaranya:
1.
Apa yang di
maksud dengan relevansi pendidikan ?
2.
Bagaimana
tingkat relevansi pendidikan yang ada di Indonesia ?
3.
Jalaskan
dampak dari tidak relevannya pendidikan yang ada di Indonesia ?
4.
Bagaimana
upaya untuk meningkatkan relevansi pendidikan ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan saya dalam membahas Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia,
yaitu:
1.
Untuk
menjelaskan apa sebenarnya itu relevansi pendidikan.
2.
Untuk
memperlihatkan rendahnya tingkat relevansi peendidikan di Indonesia.
3.
Untuk
memberikan penjelasan akan dampak yang ditimbulkan oleh relevansi pendidikan.
4.
Untuk
menunjukkan cara meningkatkan relevansi pendidikan.
5.
Untuk
sebagai tugas mid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Relevansi Pendidikan
Relevansi
berkenaan dengan rasio antara tamatan yang
dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di
atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan
dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan
teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi
juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu,
yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap
untuk bekerja. Yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan
masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Contoh: adanya kasus perusahaan-perusahaan
yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon
karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki ketrampilan kerja seperti yang
diharapkan. Relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara
langsung.
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntunan zaman. Perkembangan zaman
selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagainya sering tidak
diramalkan sebelumnya.
Relevansi
pendidikan adalah sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Luaran pendidikan
diharapkan dapat mengisi semua sector pembangunan yang beraneka ragam seperti
sector produksi maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Relevansi pendidikan
dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam
komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua
macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang
(outcome).
· Input
pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/peserta didik, guru/tenaga pendidik,
sarana-prasarana, dana, dan masukan lain.
· Proses
pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk
interaksi dari berbagai input pendidikan.
· Hasil
pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang
dapat diukur melalui prestasi belajar siswa.
· Outcome
pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain
melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan
jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses
merupakan faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek
maupun hasil jangka panjang.
Beberapa
faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam
faktor rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara
ketiganya, sekolah merupakan komponen input yang paling erat hubungannya dengan
kebijakan pendidikan.
Kriteria
Relevansi
Masalah relevansi pendidikan
mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di gambarkan
dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran
pendidikan diharapkan dapat mengisi ssemua sektor pembangunan yang
beranekaragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari
segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan
luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang saktual (yang
tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan
oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya
kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan
dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang
ada antara lain sebagai berikut:
· Status
lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
· Sistem
pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap
kembang.
· Peta kebutuhan tenaga kerja dengan
persyaratannya yang dapat dugunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga
pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
B. Masalah
Relevansi Pendidikan
Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan
pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi
yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan
tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk
melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat
diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah
kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja
Pentingnya
pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau
bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak
Pentingnya
pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau
bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan
secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan
baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan
sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan
yang lain.
Kecerdasan
intelektual tak akan berarti, tanpa adanya kecerdasan emosional yang dimiliki
oleh seseorang. Kecerdasan emosional atau lazim disebut EQ, diantaranya,
Memiliki kemampuan mengendalikan diri, sabar, ulet, tabah dan tahan uji dalam
menghadapi berbagai tantangan, toleransi dalam menghadapi berbagai perbedaan
dan konsisten dalam kebaikan.
Pendidikan yang berhasil membuat pribadi yang utuh,
bukan hanya mengutamakan kecerdasan intelektual dan emosional saja, fondasi
spiritual juga faktor kunci untuk keberhasilan. Kecerdasan spiritual, antara
lain, hatinya selalu terkait dengan Yang Maha Pencipta (Allah SWT). Hati dan
pikirannya selalu merasa dekat dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Memiliki
kesadaran akan adanya akhir kehidupan dan kembali kepada-Nya. Ada perasaan
gundah dan gelisah ketika melakukan satu maksiat dan secepatnya bertaubat
kepada Allah.
Keutuhan pendidikan juga
terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang. Kecerdasan ini
menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah
pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung
dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya
ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi
kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela
berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi
kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau
pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
Pendidikan
di Indonesia
Di
Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas,
bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki
keterampilan. Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang
mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan ini.
Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai kancah
internasional.
Namun
kita tidak boleh lengah, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya.
Ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakan moral di kalangan pelajar, seperti
beredarnya video-video porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat dari
bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat, tanpa ada
kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta nepotisme masih
banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga menimbulkan konflik
dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik perpecahan.
Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat umum.
Di kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk
memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan. Belum tercapainya
tujuan pendidikan diakibatkan oleh:
1.
Belum
terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada
sebagian anggapan bahwa pendidikan agama hanya dilakukan di pesantren, padahal
di sekolah umum pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya masih
sedikit, sehingga belum maksimal.
2.
Pendidikan
etika hanya terbatas pada pengetahuan.
3.
Minimnya
keteladanan.
4.
Sikap hidup
yang semakin materialis dan hedonis
Untuk
meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara lain,
perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan melakukan
pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran
dan pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam kehidupan.
C. Faktor
Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan
Adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
1.
Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang
berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untuk
pelajar.
2.
Sarana dan prasarana dalam pendidikan.
3.
Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan tersebut.
4.
Belum
didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh
sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen sehingga
mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.
5.
Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
6.
Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru
dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih
inovatif.
7.
Tenaga
pengajar yang kurang handal, bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara
lain.
8.
Tenaga Kependidikan
sebagai figur utama proses pendidikan.
9.
Tenaga kependidikan sebagai manajer
pendidikan.
10.
Masalah pendidikan dan kualitas manajemen
pendidikan.
11.
Manajemen kinerja guru.
D. Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia
Rendahnya
Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat
dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang
dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT
sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja
cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3
juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga
menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian
antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta
didik memasuki dunia kerja.
Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk
hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang
dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun
1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari
174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi
belajar yang dipantau oleh IAEA (International Association for the Evaluation
of Educational Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia
berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada
di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan
ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).
E. Dampak
dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia
Relevansi
Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian)
pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan
kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi maka
hal inilah yang menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya
pendidikan, yaitu:
1. Bagi
perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau
pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki
keterampilan kerja seperti yang diharapkan.
2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya.
3.
Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
4.
Jumlah angka
pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
D. Upaya
Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan
Pembangunan
pendidikan telah membuahkan hasil yang relatif baik yang terlihat dari
meningkatnya rata-rata lama sekolah dan angka melek aksara penduduk usia lima
belas tahun ke atas, serta meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan
pendidikan, yang ditandai oleh meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pada
semua jenjang pendidikan dan angka partisipasi sekolah (APS) pada semua
kelompok umur anak-anak usia sekolah. Dalam rangka memperkuat akses pendidikan,
beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan berbagai upaya untuk terus
meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf
pendidikan antarkelompok masyarakat melalui, antara lain, penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan dengan memberikan perhatian lebih besar pada daerah
tertinggal.
“Terkait dengan perencanaan pendidikan, ada satu hal yang perlu ditekankan,
peran Bappenas ada pada tingkat makro di program sampai ke kegiatan. Jadi
Bappenas mendesain berapa pagu tiap program dan berapa pula detailnya pada
kegiatan”, jelas Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian
PPN/Bappenas, Tatang Muttaqien saat menerima kunjungan kerja DPRD Kabupaten
Kutai Kertanegara, di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas, Kamis (13/10).
Lebih
lanjut Pak Tatang mengatakan, program-program tersebut adanya di level eselon 1
(dirjen) dan kegiatan adanya di level eselon dua. Berbeda dengan di masa lalu,
Bappenas saat ini fokus pada kerangka, dan kerangka tersebut ditujukan untuk
memperkuat capaian sasaran-sasaran pendidikan yang sudah disepakati dalam
trilateral meeting rencana kerja pemerintah (RKP) antara kementerian
PPN/Bappenas dengan Kementerian Keuangan.
Sasaran-sasaran ini dicapai melalui program-program dan melalui ditjen- ditjen
yang ada. Terkait dengan pemerintah daerah, Ditjen yang sangat berkaitan erat
adalah Ditjen Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Menengah dan Ditjen
Pendidikan Formal dan Informal.
Pendidikan
formal dan informal termasuk di dalamnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Kalau kita lihat sasaran yang ingin di capai dalam pendidikan intinya adalah
bagaimana memperkuat akses, kemudian kualitas dan relevansi pendidikan. Tentu
saja akses tersebut nanti akan tekait dengan penyediaan sarana dan prasarana”,
ujar Pak Tatang.
Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan-lulusan
baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan
baik pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat
melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali
kurikulum berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuli dunia kerja.
Memperluas dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan
manusia. Dapat di
rinci penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:
1. Dapat
menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh
pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2. Dapat
mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3. Pendidikan
efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
4. Pelaksanaan
kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan
diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusa.
5. Melakukan
penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program
studi
6. Memberi
perhatian terhadap tenaga kependidikan (prajabatan dan jabatan).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah pembuatan makalah ini saya
menarik beberapa kesimpulan tentang makalah ini, diantaranya:
Relavansi
Pendidikan adalah masalah pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan
dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu
masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur
input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses
dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka
pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome).
Adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 24,75
%, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama
pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan
yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Dampak
yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu:
1. Bagi
perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau
pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki
keterampilan kerja seperti yang diharapkan.
2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya.
3. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
4. Jumlah angka
pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
Penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:
1. Dapat
menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh
pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2. Dapat
mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3. Pendidikan
efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
B. Saran
Setelah
mengkaji makalah ini saya memberikan saran, yaitu:
1. Perbanyaklah
membaca.
2. Tentukan
terlebuh dahulu arah pendidikan yang akan dipilih.
3. Pemerintah
hendaknya membuka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan lulusan yang banyak
menganggur.
4. Perbanyaklah
membuka sekolah-sekolah yang di butuhkan lulusannya.
5. Sebaiknya
kurikulum tidak terlalu sering di rubah.
6. Tingkatkan
peran serta guru dalam memantau peserta didik.